Minggu, 23 November 2014

PRINSIP PENGENALAN MORFEM

Makalah
Mata Kuliah Morfologi
PRINSIP-PRINSIP PENGENALAN
MORFEM
Logo STKIP.jpg









Dosen Pembimbing :
Akhmad Sauqi Ahya, S.Pd.I.,M. A

Disusun oleh   Kelompok 3
ü              Adi Pramono                                    ( 136865 )
ü              Denny Puspo Prastyo                       ( 136805 )
ü              Minhatus Sa’aadah              ( 136837 )
ü              Monalisa                               ( 136840 )

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013 - A
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2014
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................     i
Daftar Isi ........................................................................................................................     ii
BAB I             :           PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang ...........................................................................................................     1

BAB II            :           KAJIAN TEORI
A.  Pengertian Prinsip Pengenalan Morfem ....................................................................     2
B. Prinsip-Prinsip Pengenalan Morfem ……………………………..............................     2
BAB III          :           PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................................    12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Morfem merupakan bahasa terkecil yang mengandung makna (Arifin Zainal dan Junaiyah, 2009: 2), dengan kata “terkecil” berarti “satuan” itu tidak dapat dianalisis lebih kecil lagi tanpa merusak maknanya (Chaer, 2008: 13). Sangat jelas dipaparkan pengertian morfem adalah satuan terkecil yang bermakna, tetapi tidak jarang dari kita yang masih bingung untuk mengidentifikasi sebuah morfem. Satuan tersebut morfem atau bukan? Selalu butuh pemikiran panjang tentang hal tersebut.
Salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab, khususnya oleh guru bahasa Indonesia adalah “bagaimana caranya mengenal morfem dengan mudah?” Tentunya kita harus mengerti terlebih dahulu prinsip pengenalan morfem.
Mengingat sangat pentingnya teori tersebut, maka pada kesempatan kali ini penulis mencoba menjelaskan yang dimaksud dengan pengenalan morfem dan apa saja yang termasuk di dalamnya.












BAB II
KAJIAN TEORI

A.           Pengertian Prinsip Pengenalan Morfem
Kata prinsip dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna asas (kebenaran) yang menjadi pokok dasar berpikir atau bertindak. Berangkat dari pengertian tersebut, prinsip pengenalan morfem adalah asas atau dasar dalam cara kita mengenal sebuah morfem dalam bahasa. Menurut Muslich (Tatabentuk Bahasa Indonesia, 2010: 6), prinsip pengenalan morfem bisa dipakai dasar untuk mengidentifikasi morfem suatu bahasa.
Prof. Ramlan telah memberikan jawaban yang sangat baik dan terperinci mengenai pengenalan morfem. Beliau mengemukakan prinsip-prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem itu (dalam buku Tarigan, 2009: 11-12).

B.            Prinsip-Prinsip Pengenalan Morfem
Cara-cara untuk mengenal morfem dengan mudah menurut Ramlan dalam buku Tarigan (Pengajaran Morfologi, 2009: 13) mengemukakan enam prinsip pengenalan morfem. Adapun ke-enam prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.
2.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik.
3.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer.
4.         Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih dikenal dengan morfem zero.
5.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda.
6.         Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.

Berikut ini contoh-contoh dari setiap prinsip pengenalan morfem yang telah dikemukakan di atas.
Ø  Prinsip 1
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.

 



Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a.       membeli rumah
rumah baru
menjaga rumah
berumah
satu rumah
Satuan rumah dalam contoh-contoh di atas merupakan satu morfem, karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama. (Tarigan, 2009: 13)
b.      menulis, ditulis, menuliskan, dituliskan, menulisi, ditulisi, tertulis, tertuliskan, tertulisi, tulisan, penulis, penulisan, karya tulis.
Satuan tulis dalam contoh-contoh di atas merupakan satu morfem karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama.
c.       Tertulis, terbuat, terambil, termakan, terminum, terbawa, terbeli, teringat.
Satuan ter- dalam contoh-contoh di atas merupakan satu morfem, karena memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama. (Tarigan, 2009: 14)

Ø  Prinsip 2
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik.

 






Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a.      menjahit, membeli, menyalin, menggendong, mengecat, melamar
Satuan-satuan men-, mem- meny-, meng-, menge-, dan me- dalam contoh di atas mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan tindakan aktif; tetapi struktur fonologiknya jelas berbeda.
Satuan men-, mem- meny-, meng-, menge-, dan me- adalah alomorf dari morfem meN-; oleh karena itu, semua satuan tersebut merupakan satu morfem.
b.      penjahit, pembeli, penyalin, penggendong, pengecat, pelamar
Satuan-satuan pen-, pem- peny-, peng-, penge-, dan pe- dalam contoh di atas mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan yang melakukan perbuatan; tetapi struktur fonologiknya jelas berbeda.
Satuan pen-, pem- peny-, peng-, penge-, dan pe- adalah alomorf dari morfem peN-; oleh karena itu, semua satuan tersebut merupakan satu morfem. (Tarigan, 2009: 15)



Ø  Prinsip 3
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer.

 






Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
beralih                      berbaring
bersua                       belajar
berjumpa                  bersandar
terdapat satuan ber-, be-, dan bel- dari contoh-contoh di atas. Berdasarkn prinsip 2, jelas bahwa ber- dan be- merupakan satu morfem, karena perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik. Lalu bagaimana dengan bel- yang (hanya) terdapat pada belajar? Walaupun bel- mempunyai struktur fonologik yang berbeda, dan perbedaannya itu tidak dapat dijelaskan secara fonologik, karena mempunyai arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer dengan morfem ber-.
Dengan kata lain bel- merupakan alomorf dari morfem ber-, oleh karena itu satuan bel- dapat dianggap sebagai satu morfem. Perlu dicatat bahwa bel- ini termasuk morfem yang improduktif dalam bahasa Indonesia. (Tarigan, 2009: 16)

Ø  Prinsip 4
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih dikenal dengan morfem zero.

 




Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a.       Ibu menggoreng ikan
b.      Ibu menyapu halaman
c.       Ibu menjahit baju
d.      Ibu membeli telur
e.       Ibu minum teh
f.       Ibu makan pecal
g.      Ibu masak rendang
Ketujuh kalimat di atas berstruktur S, P, O. Predikatnya (P) berupa kata verbal yang transitif, pada kalimat (a), (b), (c), (d) ditandai oleh adanya meN-, sedangkan pada kalimat (e), (f), (g), kata verbal transitif itu ditandai dengan kekosongan atau tidak adanya meN-. Kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero. (Tarigan, 2009: 16-17)

Ø  Prinsip 5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda.

 




Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a.       1.  Ia menanam kembang.
2.  Bunga itu telah kembang.
Pada (1) kembang ‘bunga’ dan pada (2) kembang ‘mekar; oleh karena itu kedua kata kembang merupakan morfem yang berbeda, karena memiliki arti leksikal yang berbeda, walaupun struktur fonologiknya  sama.
b.      1.  Ayah sedang tidur.                2.   Tidur ayah sangat nyenyak.
Kata tidur pada (1) dan (2) mempunyai arti leksikal yang berhubungan, dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kedua kata tidur itu merupakan satu morfem.
c.       1.  Telinga orang itu lebar.
2.      Telinga kuali itu lebar.
Kata telinga pada (1) dan (2) mempunyai distribusi yang sama, tetapi merupakan morfem yang berbeda. (Tarigan, 2009: 17)

Ø 
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.

Prinsip 6


Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
a.      Berharap, harapan
Dari contoh di atas bahwa berharap terdiri dari ber- dan harap; serta harapan terdiri dari harap dan –an. Dengan demikian, maka ber-, harap, -an masing-masing merupakan morfem yang berdiri sendiri.

b.      Mendatangkan, didatangkan, mendatangi, pendatang, kedatangan, datang
Penjelasan:
mendatangkan                terdiri dari tiga morfem, yaitu
                                       MeN-, datang, -kan
didatangkan                   terdiri dari tiga morfem, yaitu
                                                di-, datang, -kan         
mendatangi                    terdiri dari tiga morfem, yaitu
                                                MeN-, datang, -i
mendatang                     terdiri dari dua morfem, yaitu
                                                MeN-, datang
kedatangan                     terdiri dari dua morfem, yaitu
                                                ke-, datang, -an
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa meN-, di-, peN-, datang, -kan, -i, dan ke-an merupakan morfem yang berdiri sendiri.

c.       Bersenang-senang, berlari-larian
bersenang-senang          terdiri dari tiga morfem, yaitu
                                       ber-, senang, senang
berlari-larian                  terdiri dari empat morfem, yaitu
                                       ber-, lari, lari -,an
(Basuni Rachman, Kebahasan. dikutip dari http://file.upi.edu).

d.      Gelap gulita, simpang siur
Satuan gulita hanya terdapat pada gelap gulita; dan satuan siur hanya terdapat pada simpang siur.
Satuan gelap dan satuan simpang masing-masing merupakan morfem tersendiri. Satuan gulita (yang hanya dapat berkombinasi dengan gelap) dan satuan siur (yang hanya dapat berkombinasi dengan simpang) pun merupakan morfem tersendiri.
Satuan morfem yang hanya dapat berkombinasi dengan satu morfem saja kita sebut morfem unik, morfem yang tidak ada duanya, hanya satu-satunya, yang tidak ada bandingannya. Demikianlah gulita dan siur masing-masing merupakan morfem unik. (Tarigan, 2009: 18-19)

Sedangkan menurut Abdul Chaer (Morfologi Bahasa Indonesia “Pendekatan Proses”, 2008: 13-15) ada tujuh hal-hal (prinsip) yang dapat dipedomani untuk menentukan morfem atau bukan. Sebenarnya kedua pendapat tersebut saling melengkapi satu sama lain. Agar kita tidak bingung dengan kedua pendapat tersebut, maka perhatikan tabel berikut.








No
Menurut Abdul Chaer (Morfologi Bahasa Indonesia “Pendekatan Proses”, 2008: 14-15)
No
Menurut Ramlan dalam buku Tarigan (Pengajaran Morfologi, 2009:12)
1.
Dua bentuk yang sama atau lebih, memiliki makna yang sama, merupakan sebuah morfem.
1.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.
2.
Dua bentuk yang sama atau lebih, bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda
2.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik..
3.
Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda.
3.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer.
4.
Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis.
4.
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih dikenal dengan morfem zero.
5.
Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem.
5.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda.
6.
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama adalah juga merupakan morfem yang sama.
6.
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
7.
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama.



Dua pendapat tokoh tersebut akan saling melengkapi pembahasan kita tentang prinsip pengenalan morfem saat ini. Terlihat bahwa kedua pendapat di atas memiliki persamaan dan perbedaan.
Ø   Prinsip ke-1 dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan prinsip ke-5 dalam Tarigan.
Ø   Prinsip ke-2 dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan dengan prinsip ke-5 dalam Tarigan
Ø   Prinsip ke-3 dalam Chaer hampir sama dengan prinsip ke-2 dalam Tarigan. Ada sedikit perbedaan, yakni dalam penentuan morfem, (merupakan morfem yang berbeda, atau morfem yang sama).
Ø   Prinsip ke-4 dalam Chaer memiliki inti sama dengan prinsip ke-2 dalam Tarigan.
Ø   Prinsip ke-5 dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan prinsip ke-6 dalam Tarigan
Ø   Prinsip ke-6 dalam Chaer memiliki inti sama dengan prinsip ke-1 dalam Tarigan
Ø   Prinsip ke-7 dalam Chaer memiliki kesamaan dengan prinsip ke 5 dalam Tarigan.

Terlihat prinsip ketiga dan prinsip ketujuh dalam Abdul Chaer sedikit berbeda dengan pendapat Tarigan. Berikut penjelasan dari kedua prinsip tersebut.

1.         Prinsip ketiga (Chaer, 2008: 14)
Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama merupakan dua morfem yang berbeda.
 



Perhatikan contoh berikut.
-          Ayah pergi ke Medan.
-          Bapak baru pulang dari Medan.
-          Papa membawa oleh-oleh dari Medan.
Kata ayah, bapak, dan papa pada ketiga kalimat di atas merupakan tiga morfem yang berbeda.

2.         Prinsip ketujuh (Chaer, 2008: 15)
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama.

 





Perhatikan contoh berikut.
-          Ibunya menjadi kepala sekolah di sana.
-          Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu.
-          Kepala jarum itu terbuat dari plastik.
-          Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
-          Tubuhnya memang besar, tapi sayang kepalanya kosong.

Kata kepala pada kelima kalimat di atas memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang sama.




BAB III
PENUTUP

A.           Simpulan
Prinsip pengenalan morfem adalah dasar yang membantu kita untuk mengenali sebuah morfem. Dalam makalah ini ada dua pendapat mengenai prinsip pengenalan morfem, yakni enam prinsip menurut Ramlan dalam buku Tarigan, dan tujuh prinsip menurut Abdul Chaer. Kedua pendapat tersebut saling melengkapi untuk pengetahuan kita mengenai prinsip yang akan kita gunakan dalam mengenali sebuah morfem, meskipun ada sedikit perbedaan di dalamnya.
Enam prinsip menurut Ramlan tersebut diantaranya, (1) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem; (2) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik; (3) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer; (4) apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih dikenal dengan morfem zero; (5) satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda; (6) setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
Keenam prinsip tersebut sudah sangat jelas dipaparkan. Namun ketika kita menengok pada tujuh prinsip yang dikemukakan oleh Chaer, maka kita akan menumukan dua prinsip yang sedikit berbeda dengan pendapat Ramlan dalam buku Tarigan., yakni prinsip ketiga dan ketujuh. Prinsip ketiga dari Chaer adalah “Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama merupakan dua morfem yang berbeda”. Hampir sama dengan prinsip kedua dalam Tarigan, perbedaannya terdapat dalam penentuan morfem, yakni merupakan morfem yang berbeda, atau merupakan morfem yang sama. Prinsip ketujuh dari Chaer adalah “Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama”. Setelah kami cermati, prinsip ketujuh ini tidak memiliki persamaan pada prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Tarigan.
Semua prinsip-prinsip di atas, baik menurut Ramlan, maupun Abdul Chaer, atau pendapat para ahli lain merupakan prinsip yang sama-sama bisa kita gunakan sebagai pedoman untuk menentukan sebuah morfem. Pada dasarnya memang kita harus memahami bahkan menguasai prinsip-prinsip pengenalan morfem. Hal tersebut sangat bermanfaat, agar kita memiliki dasar pemikiran untuk menentukan sebuah morfem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar