Makalah
Mata Kuliah Morfologi
PRINSIP-PRINSIP PENGENALAN
MORFEM
Dosen Pembimbing
:
Akhmad Sauqi Ahya, S.Pd.I.,M. A
Disusun oleh Kelompok 3
ü
Adi Pramono (
136865 )
ü
Denny Puspo Prastyo (
136805 )
ü
Minhatus Sa’aadah ( 136837 )
ü
Monalisa (
136840 )
PROGRAM
STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013 - A
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2014
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ................................................................................................................ i
Daftar Isi ........................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ...........................................................................................................
1
BAB II : KAJIAN
TEORI
A. Pengertian Prinsip Pengenalan Morfem .................................................................... 2
B. Prinsip-Prinsip Pengenalan Morfem …………………………….............................. 2
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan
.................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Morfem merupakan bahasa terkecil yang mengandung makna
(Arifin Zainal dan Junaiyah, 2009: 2), dengan kata “terkecil” berarti “satuan”
itu tidak dapat dianalisis lebih kecil lagi tanpa merusak maknanya (Chaer,
2008: 13). Sangat jelas dipaparkan pengertian morfem adalah satuan terkecil
yang bermakna, tetapi tidak jarang dari kita yang masih bingung untuk
mengidentifikasi sebuah morfem. Satuan tersebut morfem atau bukan? Selalu butuh
pemikiran panjang tentang hal tersebut.
Salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab,
khususnya oleh guru bahasa Indonesia adalah “bagaimana caranya mengenal morfem
dengan mudah?” Tentunya kita harus mengerti terlebih dahulu prinsip pengenalan morfem.
Mengingat sangat pentingnya teori tersebut, maka pada
kesempatan kali ini penulis mencoba menjelaskan yang dimaksud dengan pengenalan
morfem dan apa saja yang termasuk di dalamnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian Prinsip
Pengenalan Morfem
Kata prinsip dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia bermakna asas
(kebenaran)
yang menjadi pokok dasar berpikir atau
bertindak. Berangkat dari pengertian tersebut, prinsip pengenalan morfem adalah
asas atau dasar dalam cara kita mengenal sebuah morfem dalam bahasa. Menurut
Muslich (Tatabentuk Bahasa Indonesia,
2010: 6), prinsip pengenalan morfem bisa dipakai dasar untuk mengidentifikasi
morfem suatu bahasa.
Prof. Ramlan
telah memberikan jawaban yang sangat baik dan terperinci mengenai pengenalan
morfem. Beliau mengemukakan prinsip-prinsip yang saling melengkapi untuk
memudahkan pengenalan morfem itu (dalam buku Tarigan, 2009: 11-12).
B.
Prinsip-Prinsip
Pengenalan Morfem
Cara-cara
untuk mengenal morfem dengan mudah menurut Ramlan dalam buku Tarigan (Pengajaran Morfologi, 2009: 13) mengemukakan enam prinsip pengenalan
morfem. Adapun ke-enam prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan
arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.
2.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang
berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti
leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan
secara fonologik.
3.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang
berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih
dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti
gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer.
4.
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan
berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau
lebih dikenal dengan morfem zero.
5.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang
sama, mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang
berbeda.
6.
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
Berikut ini contoh-contoh dari setiap prinsip
pengenalan morfem yang telah dikemukakan di atas.
Ø Prinsip 1
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal
atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.
|
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini.
a. membeli rumah
rumah baru
menjaga rumah
berumah
satu rumah
Satuan rumah dalam contoh-contoh di atas
merupakan satu morfem, karena satuan
itu memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama. (Tarigan, 2009:
13)
b.
menulis, ditulis, menuliskan, dituliskan, menulisi, ditulisi, tertulis, tertuliskan, tertulisi, tulisan, penulis, penulisan, karya tulis.
Satuan tulis dalam contoh-contoh di atas
merupakan satu morfem karena satuan
itu memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama.
c.
Tertulis, terbuat, terambil, termakan, terminum, terbawa, terbeli, teringat.
Satuan ter- dalam contoh-contoh di atas
merupakan satu morfem, karena
memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama. (Tarigan, 2009: 14)
Ø Prinsip 2
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem,
apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang
sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik.
|
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini.
a.
menjahit, membeli, menyalin, menggendong, mengecat, melamar
Satuan-satuan
men-, mem- meny-, meng-, menge-, dan me-
dalam contoh di atas mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan tindakan aktif; tetapi struktur
fonologiknya jelas berbeda.
Satuan men-, mem- meny-, meng-, menge-, dan me-
adalah alomorf dari morfem meN-; oleh
karena itu, semua satuan tersebut merupakan satu
morfem.
b. penjahit, pembeli, penyalin, penggendong, pengecat, pelamar
Satuan-satuan
pen-, pem- peny-, peng-, penge-, dan pe-
dalam contoh di atas mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan yang melakukan perbuatan; tetapi
struktur fonologiknya jelas berbeda.
Satuan pen-, pem- peny-, peng-, penge-, dan pe- adalah
alomorf dari morfem peN-; oleh karena
itu, semua satuan tersebut merupakan satu
morfem. (Tarigan, 2009: 15)
Ø Prinsip 3
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda,
sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat
dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti
gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer.
|
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini.
beralih berbaring
bersua belajar
berjumpa bersandar
terdapat
satuan ber-, be-, dan bel- dari contoh-contoh di atas.
Berdasarkn prinsip 2, jelas bahwa ber-
dan be- merupakan satu morfem, karena perbedaan struktur fonologiknya dapat
dijelaskan secara fonologik. Lalu bagaimana dengan bel- yang (hanya) terdapat pada belajar?
Walaupun bel- mempunyai struktur
fonologik yang berbeda, dan perbedaannya itu tidak dapat dijelaskan secara
fonologik, karena mempunyai arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi
yang komplementer dengan morfem ber-.
Dengan kata
lain bel- merupakan alomorf dari
morfem ber-, oleh karena itu satuan bel- dapat dianggap sebagai satu morfem. Perlu dicatat bahwa bel- ini termasuk morfem yang improduktif dalam bahasa Indonesia.
(Tarigan, 2009: 16)
Ø Prinsip 4
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu
kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih dikenal dengan
morfem zero.
|
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini.
a. Ibu
menggoreng ikan
b. Ibu menyapu
halaman
c. Ibu menjahit
baju
d. Ibu membeli
telur
e. Ibu minum teh
f. Ibu makan pecal
g. Ibu masak rendang
Ketujuh
kalimat di atas berstruktur S, P, O. Predikatnya (P) berupa kata verbal yang
transitif, pada kalimat (a), (b), (c), (d) ditandai oleh adanya meN-, sedangkan pada kalimat (e), (f),
(g), kata verbal transitif itu ditandai dengan kekosongan atau tidak adanya meN-. Kekosongan itu merupakan morfem,
yang disebut morfem zero. (Tarigan,
2009: 16-17)
Ø Prinsip 5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin
merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda.
|
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini.
a. 1. Ia menanam kembang.
2. Bunga itu telah kembang.
Pada (1) kembang ‘bunga’ dan pada (2) kembang ‘mekar; oleh karena itu kedua
kata kembang merupakan morfem yang
berbeda, karena memiliki arti leksikal yang berbeda, walaupun struktur
fonologiknya sama.
b. 1. Ayah sedang tidur. 2. Tidur
ayah sangat nyenyak.
Kata tidur pada (1) dan (2) mempunyai arti
leksikal yang berhubungan, dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kedua kata tidur itu merupakan satu morfem.
c. 1. Telinga
orang itu lebar.
2. Telinga kuali itu lebar.
Kata telinga pada (1) dan (2) mempunyai
distribusi yang sama, tetapi merupakan morfem yang berbeda. (Tarigan, 2009: 17)
Ø
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
|
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini.
a.
Berharap,
harapan
Dari contoh
di atas bahwa berharap terdiri dari ber-
dan harap; serta harapan terdiri dari
harap dan –an. Dengan demikian, maka ber-,
harap, -an masing-masing merupakan morfem yang berdiri sendiri.
b.
Mendatangkan,
didatangkan, mendatangi, pendatang, kedatangan, datang
Penjelasan:
mendatangkan terdiri
dari tiga morfem, yaitu
MeN-, datang, -kan
didatangkan terdiri
dari tiga morfem, yaitu
di-, datang, -kan
mendatangi
terdiri dari tiga morfem, yaitu
MeN-, datang, -i
mendatang terdiri
dari dua morfem, yaitu
MeN-, datang
kedatangan terdiri
dari dua morfem, yaitu
ke-, datang, -an
Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa meN-, di-, peN-,
datang, -kan, -i, dan ke-an
merupakan morfem yang berdiri sendiri.
c. Bersenang-senang, berlari-larian
bersenang-senang terdiri dari tiga morfem, yaitu
ber-, senang, senang
berlari-larian terdiri dari
empat morfem, yaitu
ber-,
lari, lari -,an
(Basuni Rachman, Kebahasan. dikutip dari http://file.upi.edu).
d. Gelap gulita, simpang siur
Satuan gulita hanya terdapat pada gelap gulita; dan satuan siur hanya terdapat pada simpang siur.
Satuan gelap dan satuan simpang masing-masing merupakan morfem tersendiri. Satuan gulita (yang hanya dapat berkombinasi
dengan gelap) dan satuan siur (yang hanya dapat berkombinasi
dengan simpang) pun merupakan morfem
tersendiri.
Satuan
morfem yang hanya dapat berkombinasi dengan satu morfem saja kita sebut morfem unik, morfem yang tidak ada
duanya, hanya satu-satunya, yang tidak ada bandingannya. Demikianlah gulita dan siur masing-masing merupakan morfem
unik. (Tarigan, 2009: 18-19)
Sedangkan menurut
Abdul Chaer (Morfologi Bahasa Indonesia
“Pendekatan Proses”, 2008: 13-15)
ada tujuh hal-hal (prinsip) yang dapat dipedomani untuk menentukan morfem atau
bukan. Sebenarnya kedua pendapat tersebut saling melengkapi satu sama lain. Agar
kita tidak bingung dengan kedua pendapat tersebut, maka perhatikan tabel berikut.
No
|
Menurut Abdul Chaer (Morfologi
Bahasa Indonesia “Pendekatan Proses”, 2008: 14-15)
|
No
|
Menurut Ramlan dalam buku Tarigan (Pengajaran
Morfologi, 2009:12)
|
1.
|
Dua bentuk yang sama atau lebih,
memiliki makna yang sama, merupakan sebuah morfem.
|
1.
|
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang
sama merupakan satu morfem.
|
2.
|
Dua bentuk yang sama atau lebih,
bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda
|
2.
|
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan itu mempunyai arti
leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan
secara fonologik..
|
3.
|
Dua buah bentuk yang berbeda,
tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda.
|
3.
|
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak
dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem
apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai
distribusi yang komplementer.
|
4.
|
Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda
sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan
bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis.
|
4.
|
Apabila
dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka
kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih dikenal dengan morfem zero.
|
5.
|
Bentuk yang hanya muncul dengan
pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem.
|
5.
|
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem,
mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda.
|
6.
|
Bentuk yang muncul berulang-ulang
pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama adalah juga
merupakan morfem yang sama.
|
6.
|
Setiap
satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
|
7.
|
Bentuk
yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa,
kalimat) apabila maknanya berbeda secara
polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama.
|
|
|
Dua pendapat tokoh tersebut akan saling melengkapi
pembahasan kita tentang prinsip pengenalan morfem saat ini. Terlihat bahwa
kedua pendapat di atas memiliki persamaan dan perbedaan.
Ø Prinsip ke-1
dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan prinsip ke-5 dalam Tarigan.
Ø Prinsip ke-2
dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan dengan prinsip ke-5 dalam
Tarigan
Ø Prinsip ke-3
dalam Chaer hampir sama dengan prinsip ke-2 dalam Tarigan. Ada sedikit
perbedaan, yakni dalam penentuan morfem, (merupakan morfem yang berbeda, atau
morfem yang sama).
Ø Prinsip ke-4
dalam Chaer memiliki inti sama dengan prinsip ke-2 dalam Tarigan.
Ø Prinsip ke-5
dalam Chaer terdapat pada poin penjelasan prinsip ke-6 dalam Tarigan
Ø Prinsip ke-6
dalam Chaer memiliki inti sama dengan prinsip ke-1 dalam Tarigan
Ø Prinsip ke-7
dalam Chaer memiliki kesamaan dengan prinsip ke 5 dalam Tarigan.
Terlihat
prinsip ketiga dan prinsip ketujuh dalam Abdul Chaer sedikit berbeda dengan
pendapat Tarigan. Berikut penjelasan dari kedua prinsip tersebut.
1.
Prinsip ketiga (Chaer, 2008: 14)
Dua buah
bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama merupakan dua morfem yang berbeda.
|
Perhatikan contoh berikut.
-
Ayah pergi ke
Medan.
-
Bapak baru pulang
dari Medan.
-
Papa membawa
oleh-oleh dari Medan.
Kata ayah, bapak, dan papa pada ketiga kalimat di atas merupakan tiga morfem yang
berbeda.
2.
Prinsip ketujuh (Chaer, 2008: 15)
Bentuk
yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa,
kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan
morfem yang sama.
|
Perhatikan contoh berikut.
-
Ibunya menjadi kepala sekolah di sana.
-
Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu.
-
Kepala
jarum itu terbuat dari plastik.
-
Setiap kepala
mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
-
Tubuhnya memang besar, tapi sayang kepalanya kosong.
Kata kepala pada kelima kalimat di atas
memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang
sama.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Prinsip pengenalan morfem adalah dasar yang membantu
kita untuk mengenali sebuah morfem. Dalam makalah ini ada dua pendapat mengenai
prinsip pengenalan morfem, yakni enam prinsip menurut Ramlan dalam buku
Tarigan, dan tujuh prinsip menurut Abdul Chaer. Kedua pendapat tersebut saling
melengkapi untuk pengetahuan kita mengenai prinsip yang akan kita gunakan dalam
mengenali sebuah morfem, meskipun ada sedikit perbedaan di dalamnya.
Enam prinsip menurut Ramlan tersebut diantaranya, (1)
satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti
gramatik yang sama merupakan satu morfem; (2) satuan-satuan yang mempunyai
struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem, apabila satuan-satuan
itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu
dapat dijelaskan secara fonologik; (3) satuan-satuan yang mempunyai struktur
fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara
fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti
leksikal atau arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang
komplementer; (4) apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel
dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, atau lebih
dikenal dengan morfem zero; (5) satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang sama, mungkin merupakan satu morfem,
mungkin pula merupakan satu morfem yang berbeda; (6) setiap satuan yang dapat dipisahkan
merupakan morfem.
Keenam prinsip tersebut sudah sangat jelas dipaparkan.
Namun ketika kita menengok pada tujuh prinsip yang dikemukakan oleh Chaer, maka
kita akan menumukan dua prinsip yang sedikit berbeda dengan pendapat Ramlan
dalam buku Tarigan., yakni prinsip ketiga dan ketujuh. Prinsip ketiga dari
Chaer adalah “Dua buah bentuk yang
berbeda, tetapi memiliki makna yang sama merupakan dua morfem yang berbeda”. Hampir
sama dengan prinsip kedua dalam Tarigan, perbedaannya terdapat dalam penentuan
morfem, yakni merupakan morfem yang berbeda, atau merupakan morfem yang sama.
Prinsip ketujuh dari Chaer adalah “Bentuk
yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa,
kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem
yang sama”. Setelah kami cermati, prinsip ketujuh ini tidak memiliki
persamaan pada prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Tarigan.
Semua prinsip-prinsip di atas, baik menurut Ramlan,
maupun Abdul Chaer, atau pendapat para ahli lain merupakan prinsip yang
sama-sama bisa kita gunakan sebagai pedoman untuk menentukan sebuah morfem.
Pada dasarnya memang kita harus memahami bahkan menguasai prinsip-prinsip
pengenalan morfem. Hal tersebut sangat bermanfaat, agar kita memiliki dasar
pemikiran untuk menentukan sebuah morfem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar