Minggu, 23 November 2014

Pemerolehan Bahasa Pertama



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orangtua pada khususnya.  Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan, oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan bahasa.
Berangkat pada pendapat di atas, Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa. Banyak dari kita yang belum mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa pertama itu terjadi, maka dari itu dalam makalah ini akan kami bahas tentang pemerolehan bahasa pertama.

B.            Rumusan Masalah

Dari paparan pendahuluan di atas, maka penulis mengemukakan pokok masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian pemerolehan bahasa pertama?
2.    Bagaimana proses dan tahapan pemerolehan bahasa pertama?
3.    Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat pemerolehan bahasa pertama?

C.           Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.    Untuk memahami pengertian pemerolehan bahasa pertama.
2.    Untuk mengetahui proses dan tahapan pemerolehan bahasa pertama.
3.    Untuk mengetahui factor pendukung dan factor penghambat pemerolehan bahasa pertama.


















BAB II
KAJIAN TEORI

A.          Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemerolehan bahasa pertama adalah proses awal yang berlangsung pada otak manusia saat ia mulai memperoleh bahasa.
 Menurut Tarigan (Pengajaran Pemerolehan Bahasa, 2011: 96), pemerolehan bahasa pertama (PB1) yang bersifat ‘primer’, paling sedikit dalam dua hal: dari segi urutan memang yang ‘pertama’ dan dari segi kegunaan (hampir dipakai seumur hidup). Akan tetapi, dalam kehidupan nyata dapat kita saksikan sendiri bahwa banyak orang yang mempelajari lebih dari satu bahasa. Seorang anak mungkin saja menggunakan dua bahasa atau lebih sejak lahir, misalnya: ibu berbahasa Jawa, ayah berbahasa Sunda. Ayah dan ibu menggunakan kedua bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari keluarga mereka. Secara tidak langsung anak akan memiliki dua bahasa dalam pemerolehan bahasa pertama.
Menurut Abdul Chaer dan Agustina (2004:81) bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Sependapat dengan hal itu, Solehan, dkk (2011:25) juga mengatakan bahwa bahasa pertama adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak. Menurut Arifuddin (2010:114) pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu anak-anak di seluruh dunia sama. Kesamaan proses pemerolehan tidak hanya disebabkan oleh persamaan unsur biologi dan neurologi bahasa, tetapi juga oleh adanya aspek mentalitas bahasa. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diperoleh oleh seorang individu dalam kehidupannya. Bahasa ini akan menjadi bahasa yang paling menurani dan sering digunakan oleh si pemakai bahasa.
Penggunaan bahasa pertama oleh seseorang memiliki persentase yang tinggi, terutama dalam mengungkapkan hal-hal yang bersifat personal. Seperti: mengungkapkan perasaan, emosi, marah, dan sebagainya, orang cenderung menggunakan bahasa pertamanya.

B.           Ragam  Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama memiliki dua ragam, yakni: (1) Ekabahasa, (2) Dwibahasa.
1.      Ekabahasa (Monolingual): Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
Contoh:
Ahmed lahir dalam lingkungan masyarakat Madura dan orangtuanya juga menggunakan bahasa Madura. Bahasa ini akan digunakan oleh Ahmed untuk berkomunikasi pada tahun-tahun awal usianya hingga kira-kira umur 5 tahun. Bahkan hingga dewasa bahasa tersebut tetap dipergunakan. Setelah itu Ahmed kuliah di STKIP PGRI Jombang, dan Ahmed belajar bahasa Jawa. Bahasa Jawa bagi Ahmed bukan lagi bahasa pertama, melainkan merupakan bahasa kedua.

2.      Dwibahasa (Bilingual): Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
Contoh:
Ayah Hendy berasal dari Yogyakarta dan ibunya dari Surabaya. Untuk berkomunikasi di rumah orangtua Hendy lebih banyak menggunakan bahasa Jawa, sehingga Hendy sejak kecil sudah memperoleh bahasa Jawa dan berkomunikasi dengan sanak keluarganya dengan bahasa Jawa.
Namun, karena tinggal di Papua dan lingkungan masyarakat menggunakan bahasa Papua, maka untuk berkomunikasi dengan tetangga sekitarnya, keluarga Hendy menggunakan bahasa Papua. Di sekolah, dalam suasana santai Hendy berkomunikasi dengan kawan-kawannya juga menggunakan bahasa Papua.

C.           Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama melalui empat tahapan, yakni: (1)pengocehan, (2) satu kata, (3)dua kata, satu frase, (4)ujaran telegrafis.
1.         Tahap Pengocehan (Babling Stage)
Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:
K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005:245).
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:
Ø  menghilangkan konsonan akhir
blumen bu
boot bu

Ø  mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:
batre bate
bring bin
Ø  menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
kunci ti
semut emut
Ø  reduplikasi silabel yang sederhana
pergi gigi
nakal kakal
Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang terbatas, kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at 2005:46-47).
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.

2.         Tahap Satu Kata (Holophrastic)
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.

3.         Dua Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya.
Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.

4.         Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.
“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);
“What that?” (Apa itu?);
“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);
“Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);
“No sit here” (Jangan duduk di sini!)
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”.
Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.

D.           Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
1.      Tirulah apa yang dikatakan orang lain.
Tiruan akan digunakan anak terus,meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atau imitationwith expansion.
2.      Strategi produktivitas
Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkindengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalahciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita ataumengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
3.      Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan respons.
Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujarandan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat“sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksidengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapatmemberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadapmakna dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasauntuk digarap atau dikerjakan.
4.      Prinsip operasi.
Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa.Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini jugamenyarankan larangan yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.uced imitation.




DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin. 2010. Neuropsikolinguistik. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Akhadiah, dkk. 1997. Teori Belajar Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka

Ardiana dan Syamsul Sodiq. 2000. Psikolinguistik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta

Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Solehan, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka
 















Tidak ada komentar:

Posting Komentar