Mata Kuliah Sastra Lisan
ASAL USUL NAMA DESA CUKIR
Dosen Pembimbing: Nanda Risky, S.Pd.
Disusun oleh:
ΓΌ Minhatus
Sa’aadah ( 136837 )
PROGRAM
STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013-A
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2015
Sejarah Dibalik Nama
oleh
Minhatus Sa’aadah
Cukir adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Diwek,
Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Memiliki jalan raya yang menghubungkan
Jombang-Batu/Malang sekaligus juga merupakan penghubung Jombang-Pare tepat
membelah desa ini di tengah-tengah membujur dari arah utara-selatan menjadikan
desa ini "hampir" tidak pernah tidur. Ditambah pada beberapa tahun
ini tokoh ulama sekaligus tokoh nasional Gus Dur di makamkan di dusun
Tebuireng, yang termasuk dalam dusun di desa Cukir, membuat desa ini semakin
ramai dan dikenal banyak kalangan. Banyak yang bertanya-tanya mengapa desa ini
bernama Cukir. Nama yang cukup unik, bahkan bisa dibilang aneh jika pertama
kali didengar oleh orang yang bukan asli Jombang. Namun dari situ timbul
keyakinan bahwa setiap hal, termasuk nama desa, tidak akan lepas dari yang
namanya sejarah. Hanya saja mungkin banyak dari masyarakat masa kini lalai akan
hal itu, lupa bahkan tidak tahu bagaiman sejarah nama desa kelahirannya
sendiri. tentunya jika dibiarkan terus-menerus, sejarah ini akan hilang karna
tak terjamah oleh anak cucu.
Sebagai guyonan
masyarakat, bahkan sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir seluruh masyarakat
desa Cukir ini menganggap bahwa nama Cukir itu merupakan singkatan. Nama
“Cukir” yang terdiri dari dua suku kata “cu” dan “kir”, sering diplesetkan
bahwa “cu” berarti “mecucu”, dan “kir” adalah “mikir”. Jadi nama Cukir memiliki
makna dalam bahasa Jawa yakni mecucu karo
mikir. Apa benar Cukir itu berasal dari singkatan yang menggambarkan
seseorang berfikir dengan raut wajah yang cemberut? Lalu mengapa harus
cemberut? Tentu penelusuran penulis tentang sejarah Cukir tidak sampai pada itu
saja. Meskipun hal tersebut dikatakan masyarakat sebagai guyonan, namun wacana tersebut juga memiliki dasar. Hanya saja
kebenarannya belum bisa diketahui, karena tidak ada yang mematenkan bahwa ini
benar adanya.
Konon pada jaman dulu, ada seorang putri dari Belanda
yang sedang jatuh cinta dengan pemuda asli daerah ini. Sang putri Belanda yang
tidak diketahui namanya itu sering sekali mendatangi rumah pemuda tersebut,
namun pemuda tersebut tidak pernah memperdulikannya. Pemuda tersebut tidak
tertarik dengan orang Belanda yang kejam, karena pada masa tersebut saat masa
penjajahan memang. Lambat laun sang putri dari Belanda ini mulai lelah akan
penantiannya. Dia sering terlihat melamun di depan rumah sang pemuda, dengan
bertopang dan memikirkan kapan pemuda pulang ke rumahnya, serta bertemu dengan
putri. Masyarakat yang lalu lalang lama kelamaan memperhatikan sikap sang putri
yang duduk di depan rumah dengan raut wajah yang bingung, lesu, seperti
seseorang yang sedang berpikir. Akhirnya orang-orang yang mempertanyakan siapa
putri Belanda yang jatuh cinta dengan pemuda di sana, menjawab dan
memperbincangkan bahwasanya dia adah putri Belanda yang biasanya duduk di depan
rumah pemuda, yang wajahnya selalu mecucu
karo mikir. Tidak pernah menyapa, bahkan tersenyum pada orang yang lewat di
depannya. Pada akhirnya desa ini terkenal dengan putri Belandanya yang selalu mecucu karo mikir, yang disingkat
menjadi Cukir agar mudah diucapkan dan diingat.
Tentu saja cerita di atas merupakan hasil yang di
dapat dari narasumber, yang tidak lain adalah warga Cukir sendiri. Benar atau
tidaknya, biarlah itu menjadi rahasia alam dengan Tuhan. Sayangnya, cerita
tersebut tidak seragam dengan yang lain. Artinya, ada cerita lain yang
menjelaskan tentang sejarah nama Cukir, tentunya juga dari narasumber yang
berbeda. Tidak terlihat aneh, ketika dua narasumber yang merupakan warga asli
dari Cukir, yang lahir di Cukir pula, memiliki cerita yang berbeda, bahkan
sangat berbeda. Entah dari mana asal muasalnya cerita tersebut, merekapun juga
tidak terlalu paham, karena ini merupakan cerita yang berasal dari satu lisan
ke lisan yang lain, entah titik awalnya dari mana.
Kembali pada versi kedua, cerita mengenai asal muasal
nama desa Cukir. Sangat berbeda dari versi pertama yang meceritakan tentang
pemuda dan putri Belanda, pada versi kedua ini lebih mengarah pada dialek yang
digunakan oleh masyarakat Jawa pada umumnya, khususnya pada jaman dahulu.
Menurut narasumber kedua, Cukir ini terkenal dengan sawahnya yang sebagian
besar ditanami tebu. Nah, pada masa dulu Belanda ingin menguasai tebu-tebu yang
ada di Cukir ini. Jadi Belanda dan masyarakat sekitar saat itu sering kali
membahas tentang tebu yang tentunya menghasilkan gula yang melimpah. Cukir
sendiri berasal dari kata sukir,
sebutan untuk kata zugar dalam bahasa
Belanda yang artinya gula. Penyebutan kata itu lambat laun berubah, sebab
dialek masyarakat Jawa yang kesulitan melafalkan dengan kata zugar. Kata yang awalnya zugar (bahasa Belanda), lebih mudah
diucapkan oleh lidah Jawa bila menjadi sukir. Kata sukir pun lama kelamaan
berubah menjadi cukir, karena terlalu banyak yang mengatakan, namun kurang
tepat pada pelafalan. Akhirnya desa dengan tebu atau gula yang melimpah ini
terkenal dengan nama Cukir.
Tanpa meninggalkan sejarah yang ada, sedikit banyak
kita menjadi tahu cerita tentang asal muasal nama desa Cukir ini. Kembali lagi
bahwa kebenarannya tidak bisa dibuktikan adanya, namun jangan sampai
cerita-cerita ini menjadi hilang dan tidak tersampaikan pada anak cucu kita
kelak. Mungkin masih ada, bahkan akan ada cerita-cerita lain tentang sejarah
nama Cukir yang belum terjamah oleh masyarakat jaman sekarang. Marilah kita
mulai peduli tentang sejarah, apalagi sejarah mengenai asal usul tempat
kelahiran kita sendiri.
Nopember 2015