Senin, 18 Januari 2016

Sastra Lisan



Mata Kuliah Sastra Lisan
ASAL USUL NAMA DESA CUKIR

Dosen Pembimbing: Nanda Risky, S.Pd.

Logo STKIP.jpg










Disusun oleh:
ΓΌ    Minhatus Sa’aadah                 ( 136837 )


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013-A
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2015


Sejarah Dibalik Nama
oleh Minhatus Sa’aadah

Cukir adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Memiliki jalan raya yang menghubungkan Jombang-Batu/Malang sekaligus juga merupakan penghubung Jombang-Pare tepat membelah desa ini di tengah-tengah membujur dari arah utara-selatan menjadikan desa ini "hampir" tidak pernah tidur. Ditambah pada beberapa tahun ini tokoh ulama sekaligus tokoh nasional Gus Dur di makamkan di dusun Tebuireng, yang termasuk dalam dusun di desa Cukir, membuat desa ini semakin ramai dan dikenal banyak kalangan. Banyak yang bertanya-tanya mengapa desa ini bernama Cukir. Nama yang cukup unik, bahkan bisa dibilang aneh jika pertama kali didengar oleh orang yang bukan asli Jombang. Namun dari situ timbul keyakinan bahwa setiap hal, termasuk nama desa, tidak akan lepas dari yang namanya sejarah. Hanya saja mungkin banyak dari masyarakat masa kini lalai akan hal itu, lupa bahkan tidak tahu bagaiman sejarah nama desa kelahirannya sendiri. tentunya jika dibiarkan terus-menerus, sejarah ini akan hilang karna tak terjamah oleh anak cucu.
Sebagai guyonan masyarakat, bahkan sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir seluruh masyarakat desa Cukir ini menganggap bahwa nama Cukir itu merupakan singkatan. Nama “Cukir” yang terdiri dari dua suku kata “cu” dan “kir”, sering diplesetkan bahwa “cu” berarti “mecucu”, dan “kir” adalah “mikir”. Jadi nama Cukir memiliki makna dalam bahasa Jawa yakni mecucu karo mikir. Apa benar Cukir itu berasal dari singkatan yang menggambarkan seseorang berfikir dengan raut wajah yang cemberut? Lalu mengapa harus cemberut? Tentu penelusuran penulis tentang sejarah Cukir tidak sampai pada itu saja. Meskipun hal tersebut dikatakan masyarakat sebagai guyonan, namun wacana tersebut juga memiliki dasar. Hanya saja kebenarannya belum bisa diketahui, karena tidak ada yang mematenkan bahwa ini benar adanya.
Konon pada jaman dulu, ada seorang putri dari Belanda yang sedang jatuh cinta dengan pemuda asli daerah ini. Sang putri Belanda yang tidak diketahui namanya itu sering sekali mendatangi rumah pemuda tersebut, namun pemuda tersebut tidak pernah memperdulikannya. Pemuda tersebut tidak tertarik dengan orang Belanda yang kejam, karena pada masa tersebut saat masa penjajahan memang. Lambat laun sang putri dari Belanda ini mulai lelah akan penantiannya. Dia sering terlihat melamun di depan rumah sang pemuda, dengan bertopang dan memikirkan kapan pemuda pulang ke rumahnya, serta bertemu dengan putri. Masyarakat yang lalu lalang lama kelamaan memperhatikan sikap sang putri yang duduk di depan rumah dengan raut wajah yang bingung, lesu, seperti seseorang yang sedang berpikir. Akhirnya orang-orang yang mempertanyakan siapa putri Belanda yang jatuh cinta dengan pemuda di sana, menjawab dan memperbincangkan bahwasanya dia adah putri Belanda yang biasanya duduk di depan rumah pemuda, yang wajahnya selalu mecucu karo mikir. Tidak pernah menyapa, bahkan tersenyum pada orang yang lewat di depannya. Pada akhirnya desa ini terkenal dengan putri Belandanya yang selalu mecucu karo mikir, yang disingkat menjadi Cukir agar mudah diucapkan dan diingat.
Tentu saja cerita di atas merupakan hasil yang di dapat dari narasumber, yang tidak lain adalah warga Cukir sendiri. Benar atau tidaknya, biarlah itu menjadi rahasia alam dengan Tuhan. Sayangnya, cerita tersebut tidak seragam dengan yang lain. Artinya, ada cerita lain yang menjelaskan tentang sejarah nama Cukir, tentunya juga dari narasumber yang berbeda. Tidak terlihat aneh, ketika dua narasumber yang merupakan warga asli dari Cukir, yang lahir di Cukir pula, memiliki cerita yang berbeda, bahkan sangat berbeda. Entah dari mana asal muasalnya cerita tersebut, merekapun juga tidak terlalu paham, karena ini merupakan cerita yang berasal dari satu lisan ke lisan yang lain, entah titik awalnya dari mana.
Kembali pada versi kedua, cerita mengenai asal muasal nama desa Cukir. Sangat berbeda dari versi pertama yang meceritakan tentang pemuda dan putri Belanda, pada versi kedua ini lebih mengarah pada dialek yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada umumnya, khususnya pada jaman dahulu. Menurut narasumber kedua, Cukir ini terkenal dengan sawahnya yang sebagian besar ditanami tebu. Nah, pada masa dulu Belanda ingin menguasai tebu-tebu yang ada di Cukir ini. Jadi Belanda dan masyarakat sekitar saat itu sering kali membahas tentang tebu yang tentunya menghasilkan gula yang melimpah. Cukir sendiri berasal dari kata sukir, sebutan untuk kata zugar dalam bahasa Belanda yang artinya gula. Penyebutan kata itu lambat laun berubah, sebab dialek masyarakat Jawa yang kesulitan melafalkan dengan kata zugar. Kata yang awalnya zugar (bahasa Belanda), lebih mudah diucapkan oleh lidah Jawa bila menjadi sukir. Kata sukir pun lama kelamaan berubah menjadi cukir, karena terlalu banyak yang mengatakan, namun kurang tepat pada pelafalan. Akhirnya desa dengan tebu atau gula yang melimpah ini terkenal dengan nama Cukir.
Tanpa meninggalkan sejarah yang ada, sedikit banyak kita menjadi tahu cerita tentang asal muasal nama desa Cukir ini. Kembali lagi bahwa kebenarannya tidak bisa dibuktikan adanya, namun jangan sampai cerita-cerita ini menjadi hilang dan tidak tersampaikan pada anak cucu kita kelak. Mungkin masih ada, bahkan akan ada cerita-cerita lain tentang sejarah nama Cukir yang belum terjamah oleh masyarakat jaman sekarang. Marilah kita mulai peduli tentang sejarah, apalagi sejarah mengenai asal usul tempat kelahiran kita sendiri.

Nopember 2015